Saturday 3 March 2018

Outing Aksi Tanam 1000 Pohon Mangrove Homeschooling Pena


  Aksi Tanam 1000 Pohon Mangrove; World Water Day 2016 Selasa, 22 Maret 2016 merupakan Hari Air Sedunia. Pada hari itu, Homeschooling Pena, salah satu lembaga Homeschooling yang telah TERAKREDITASI di Surabaya, mengadakan sebuah kegiatan outing untuk Peserta Didiknya. Kegiatan apakah itu? Peserta Didik Homeschooling Pena dari jenjang setara SD,SMP dan SMA akan menanam 1000 pohon mangrove! Ya, mangrove itu, yang terkenal sebagai pelindung daratan dari abrasi. Kegiatan diadakan di Ekowisata Mangrove, sebuah lokasi yang letaknya masih di dalam kota Surabaya. Tepatnya, di daerah timur Surabaya pada kawasanWonorejo – Rungkut Surabaya.
  Kegiatan itu dimulai pada pukul 09 pagi. Kebetulan, pagi itu cuacanya memang cukup cerah.
Tampaknya tidak akan ada hujan dalam waktu dekat. Tentunya semua peserta berharap agar tidak
turun hujan secara tiba-tiba di tengah kegiatan, supaya acara yang dilaksanakan dapat berjalan
dengan lancar.
  Tepat pukul 09 pagi, sudah banyak murid-murid yang telah datang. Mereka berkumpul di dekat
parkiran Ekowisata Mangrove dan telah siap untuk mengikuti kegiatan outing. Akan tetapi, sebelum
kegiatan bisa dimulai, ada satu yang harus dilakukan dulu nih. Yup, itu adalah absensi!
Ada satu absensi pada saat datang, dan satu absensi lagi pada saat pulang. Tentu saja cukup kolom
pertama dulu yang ditandatangani saat itu. Setelah tanda tangan absensi, staf Pena lalu membagikan
kotak-kotak berisi snack dan air minum. Ayo sarapan dulu, biar nanti bisa lebih semangat!
Selesai makan, barulah rombongan Homeschooling Pena masuk ke lokasi. Tempat yang dituju
terlebih dahulu adalah dermaga perahu, dikenal juga setelahnya sebagai Dermaga 1. Nanti
penanamannya akan dilakukan di kawasan paling ujung hutan mangrove, di dekat muara ke laut, jadi
harus sedikit naik perahu dulu untuk mencapainya.
   Masuk ke dalam, awalnya pengunjung harus melewati sebuah jembatan masuk. Yap, jalan masuknya
memang cukup unik, berupa jembatan dari kayu yang lewat di atas rawa. Pada sisi kiri kanan
jembatan ada papan-papan info. Isinya adalah informasi edukatif mengenai berbagai jenis tumbuhan
dan satwa yang hidup di daerah Ekowisata Mangrove ini. Tulisan-tulisannya dilaminating supaya
tahan air.
   Setelah melewati jembatan masuk, rombongan Homeschooling Pena lalu melewati daerah dimana
dijual snack, makanan dan minuman. Beberapa penjual menjajakan jualannya, menawari barang-
barang yang dijualnya kepada siapa saja yang lewat dengan ramah.
Persis setelah daerah itu adalah dermaga yang menjadi tujuan rombongan Pena. Dermaga tersebut
terbuat dari kayu. Perahu-perahu ditambatkan padanya dengan tali. Pastinya, agar perahu tidak
turut hanyut terbawa arus. Selain itu, ada pula kursi-kursi panjang untuk tempat duduk menunggu
perahu.Nah, begitu sampai, rombongan Homeschooling Pena kemudian duduk di kursi-kursi itu. Rupanya,
sebelum naik perahu, Kami akan dapat sedikit materi dulu. Materi tersebut akan disampaikan oleh
Bapak Djoko, pengurus dari Ekowisata Mangrove. Pak Djoko akan membagikan pengetahuan
tentang berbagai macam hal sehubungan dengan mangrove dan kegiatan hari ini, begitulah jelas Pak
Adie; sapaan akrab Principal Homeschooling Pena kepada seluruh peserta.
   Pak Djoko mengawali dengan mengeluarkan sebuah pertanyaan dulu, yaitu “Siapa yang tahu apa
saja manfaat mangrove?” Ditanya seperti itu, berbagai jawaban segera bermunculan. Ada yang
menjawab buat mencegah abrasi, untuk pelestarian alam, sampai menyebutkan fungsi mangrove
sebagai tempat hidup beragam hewan. Jawaban-jawaban itu dibenarkan oleh Pak Djoko. Bagi yang
penasaran dan ingin bertanya lebih banyak, beliau akan memberikan sesi tanya jawab nanti setelah
selesai menanam. Jadi, siapkan pertanyaan-pertanyaan sebanyak mungkin, Pak Djoko akan jawab
semuanya, begitulah ujarnya kira-kira.
   Selain mengenai itu tadi, Pak Djoko juga punya beberapa instruksi yang perlu diperhatikan mengenai
prosedur keselamatan naik perahu. Perahunya pastinya aman, namun sesuai SOP, semuanya tetap
harus mengenakan pelampung yang disediakan ya, ok? Lalu, yang penting juga nih, Pak Djoko
mengingatkan semuanya untuk tidak memasukkan tangan ke air. Ada barang-barang dan mungkin
juga ranting-ranting yang hanyut di air, lagipula di kawasan itu juga ada buaya, oleh karena itu
sebaiknya tangan jangan dikeluarkan ke air. Instruksi-instruksi itu didengar baik-baik oleh semua
peserta.
   Setelah paham, kini saatnya naik perahu! Satu per satu, rombongan Homeschooling Pena naik ke
atas perahu yang telah menunggu. Ada beberapa baris tempat duduk, dengan jalan untuk lewat di
tengah. Jadi pengaturannya itu mirip-mirip dengan tempat duduk di bus atau juga di pesawat
terbang. Sesudah semuanya dapat kursi, pelampung diturunkan dari atas tempat duduk serta dan
dipakai. Pelampungnya besar-besar, jadi murid yang kecil-kecil kepalanya jadi hilang deh ke dalam
pelampungnya, hehehe. Tidak hanya membawa rombongan Homeschooling Pena, perahu juga
mengangkut semua pohon mangrove yang akan ditanam.
Begitu sudah siap jalan semua, mesin perahu lalu dihidupkan. Sesaat kemudian, meluncurlah perahu
menyusuri aliran Kali Jagir yang berkelok-kelok.
   Diestimasikan waktu perjalanan sekitar 20 menit. Angin berhembus dari arah depan perahu,
menciptakan suasana yang sejuk dan nyaman. Waktu perjalanan tersebut diisi oleh para peserta
dengan melihat-lihat pemandangan dari perahu.
Pemandangan dari perahu cukup menarik. Di kiri dan kanan, ada hutan mangrove yang mengapit di
sepanjang perjalanan. Lalu sesekali ada burung yang berputar terbang di atas hutan, menarik
perhatian. Burung-burung itu menarik minat beberapa peserta yang melihatnya. Sayangnya,
kebetulan burung-burung tersebut terbangnya terlalu jauh atau terlalu tinggi, jadi tidak ada yang
sampai bisa diobservasi dari jarak dekat deh. Selain burung-burung, satwa yang dicari-cari pula itu
adalah buaya, hanya saja yang satu ini benar-benar tidak muncul sekalipun.
   Kadang-kadang perahu rombongan Homeschooling Pena juga melewati perahu lain, sedang
berdayung di batas hutan mangrove. Mungkin warga sekitar yang sedang mencari ikan di daerah kali
tersebut. Yang berperahu biasanya tampak begitu fokus pada kegiatannya.
   Selang beberapa lama kemudian, perahu melewati kelokan terakhir. Di balik kelokan itu menyambut
sebuah pemandangan yang menarik. Pemandangan itu adalah laut. Karena sudah sampai muara, kali
berakhir masuk ke laut, lalu setelah itu hanya ada laut yang biru sampai ke ujung horizon. Jika
perahu dijalankan terus, maka perahu bisa mencapai laut juga sekalian.
   Namun itu tidak dilakukan karena perahu telah sampai pada dermaga yang menjadi tujuannya.
Dermaga tujuan tersebut adalah dermaga yang dipanggil Dermaga 2, pasangan Dermaga 1. Jadi
Dermaga 2 ini memang sangat sangat dekat dengan muara. Perahu berbelok sedikit ke kanan,
melambatkan kecepatan sembari merapat ke Dermaga 2. Saat sudah cukup dekat, tali dilemparkan
dan perahu ditambatkan pada tiang kayu di dermaga. Setelah itu, satu per satu penumpang perahu
turun. Tidak lupa juga, mangrove-mangrove yang tadi dibawa ikut diturunkan dari perahu.
   Dari situ, tempat penanamannya sudah cukup dekat, tinggal melangkah sedikit saja. Lurus sedikit,
belok kiri, lalu sampai deh ke tujuan: sebuah titik dimana ada dua tangga untuk turun mengapit di
kiri dan kanan. Jalan di daerah situ sama dengan jalan masuk di awal tadi, berupa jembatan dari
kayu. Yang berbeda adalah kini kiri kanannya adalah pohon-pohon mangrove, lebat dan hijau. Rata-
rata, meraih dahan-dahan mangrove hanya satu uluran lengan saja jauhnya.
   Dilihat-lihat, nampaknya tempat itu memang daerah penanaman mangrove, karena dapat
ditemukan di sekitar titik tersebut banyak mangrove-mangrove muda, yang ukurannya masih kecil-
kecil. Selain itu, ada pula spanduk-spanduk disana yang menyatakan organisasi mana yang menanam
mangrove-mangrove tersebut. Salah satu spanduknya menunjukkan TNI sebagai penanamnya.
Meskipun begitu, jembatan kayu itu tidak berhenti di titik itu saja. Tidak, jalannya masih berlanjut
terus, meninggalkan kerimbunan mangrove-mangrove, hingga sampai di atas laut. Lalu, berbelok ke
kanan, melewati serta menuju beberapa gazebo-gazebo kayu.
   Mengenai pemandangannya, tidak usah ditanya lagi. Selain karena berada di hutan, dengan jalan
jembatan kayunya yang cantik pula, pemandangan laut lepas dari situ beserta gazebo-gazebo kayu
atas lautnya juga sungguh memesona. Tidak heran Ekowisata Mangrove ini sering dipakai sebagai
tempat sesi foto pre-wedding. Rombongan Pena datang pada hari Selasa yang notabene hari kerja,
namun apabila mereka datang pada hari weekend, ekowisata ini dijamin akan jauh lebih ramai lagi.
Sekarang telah sampai di titik penanaman, peserta tidak serta merta langsung menanam begitu saja.
Sebelumnya, Pak Djoko akan memberi instruksi dulu. Terutama mengenai bagaimana tata cara
penanaman mangrovenya. Untuk itu, semua orang duduk di jembatan mengelilingi Pak Djoko dan
mendengarkan baik-baik arahannya.
Dijelaskan oleh Pak Djoko, semua mangrove yang akan ditanam berada di polybag, jadi polybagnya
perlu dilepaskan dulu. Beliau lalu mendemonstrasikan dengan melepaskan salah satu polybag yang
ada. Melepaskan polybagnya ini perlu hati-hati, ujar Pak Djoko, supaya jangan sampai tanahnya
berhamburan. Karena, itu bisa meningkatkan stress mangrovenya. Lalu setelah dilepas polybagnya,
mangrove cukup diletakkan pada lubang-lubang yang tersedia. Mangrove tidak perlu diinjak agar
lebih masuk lagi. Menurut Pak Djoko, jika diinjak masuknya, tanamannya bisa semakin stress. Selain
itu juga, mangrove tidak perlu dikubur. Mangrove akan terkubur secara alami oleh sedimen tanah
yang terbawa air pasang surut. Nah, mengingat ada air pasang surut itu pula, maka setelah
dimasukkan di lubang, mangrove perlu diamankan agar tidak hanyut terbawa air nantinya. Caranya
adalah dengan diikatkan dengan tali rafia pada sebatang bambu, yang akan ditancapkan di samping
lubang.
   Menariknya nih, Pak Djoko punya satu pesan yang sangat penting untuk diperhatikan saat
menanam. Apakah pesannya? “Menanam mangrove itu harus ikhlas,” kata Pak Djoko. Karena
apabila menanamnya tidak ikhlas, mangrovenya bisa tidak tumbuh. Unik ya, mangrove itu?
Pak Djoko lalu melanjutkan bercerita, mengenai cara mengetahui apakah suatu mangrove akan
tumbuh atau tidak. Caranya, kalau daunnya turun, itu berarti mangrove tersebut tidak akan tumbuh.
Sebaiknya, kalau daunnya naik, mangrove itu masih akan tumbuh. Jika sudah turun daunnya, maka
mangrove itu perlu diganti. Dua tahun sejak saat ditanam adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memastikan mangrove tersebut pasti akan benar-benar tumbuh.
   Mangrove-mangrove yang akan ditanam itu semuanya berasal dari setek. Usianya sudah satu tahun,
sehingga telah ada tumbuh dua daun. Kedua daun itu berwarna hijau muda segar, nangkring di
pucuk atas mangrove. Kutikulanya yang berlapis lilin berkilat di bawah sinar matahari. Seluruh
mangrove yang akan ditanam terlihat sehat.
   Nah, setelah instruksi-instruksi itu, kini semuanya telah siap menanam mangrove. Satu per satu,
semua orang turun dengan tangga. Mangrove yang akan ditanam telah menanti di bawah. Oleh Pak
Adi, semua orang diwajibkan menanam minimal dua mangrove, tetapi semuanya diberikan langsung
empat mangrove untuk dibawa.
   Celana panjang dilinting, lengan baju yang panjang juga disingsingkan, semua orang mulai menanam.
Tidak dipedulikan kaki yang terendam air dan lumpur, atau tangan yang harus bersentuhan dengan
tanah. Dengan semangat, semuanya menanam mangrovenya masing-masing.
Di tengah-tengah keasyikan menanam, Pak Adi memanggil semua orang ke tengah. Spanduk
Homeschooling Pena telah dipasang di situ. Rupanya, Pak Adi mau mengajak semuanya berfoto-foto
dulu. Rombongan Pena pun berkumpul di depan spanduk dan difoto-foto. Bagi yang mangrovenya
belum semua ditanam, mangrovenya sekalian diangkat tinggi-tinggi ke atas, biar mangrovenya bisa
ikut eksis pula, hehehe.
   Kembali ke menanam, tak lama lubang-lubang yang disediakan pun telah habis. Namun karena
semuanya tampak bersemangat untuk menanam semua mangrove yang dibawa, lubang-lubang baru
lalu dibuat. Penanaman mangrove berlanjut sampai habis mangrovenya.
Selesai menanam, semua orang naik kembali ke jembatan dan berduyun-duyun pergi ke toilet.
Tujuannya adalah mencuci tangan dan kaki masing-masing dari lumpur. Lumpur yang menempel
digosok-gosok sampai benar-benar bersih, terutama dari tangan.
  Yang sudah bersih-bersih lalu pergi ke salah satu gazebo disana. Di gazebo itu terdapat satu meja
panjang di tengah, dengan nasi-nasi kotak berisi ayam dan perkedel telah menanti di atasnya. Botol
air minum juga telah diletakkan di sebelah setiap kotak. Makan dimulai bersama-sama setelah
semua orang sudah lesehan di gazebo. Yum, makanannya cukup lezat di lidah, apalagi makannya
juga setelah melakukan kegiatan fisik. Pas sekali.
  Setelah selesai makan, kotak-kotak dan botol-botol yang sudah kosong dikumpulkan serta dibuang
oleh peserta di tempat yang benar. Acaranya lalu dilanjutkan dengan materi dari Pak Djoko, plus sesi
tanya jawab yang telah dijanjikan di awal tadi. Ketika sesi tanya jawab, yang pada penasaran
mengeluarkan satu per satu pertanyaannya untuk dijawab oleh Pak Djoko.
  Mula-mula, Pak Djoko menjelaskan bahwa jenis mangrove itu aslinya banyak sekali. Setiap daerah
punya jenisnya masing-masing. Jenis yang ditanam oleh rombongan Pena tadi adalah jenis reservora,
atau dikenal juga dengan nama Tinjang. Nama Tinjang itu berasal dari akarnya yang memang berupa
akar tunjang.
  Ada satu pertanyaan menarik yang dilontarkan salah seorang anggota rombongan Pena. Yaitu, “Apa
bedanya bakau dan mangrove?” Penjelasan Pak Djoko adalah sebagai berikut. Ternyata, mangrove
itu juga adalah nama untuk deretan bakau-bakau. Jadi, bakau dan mangrove itu kurang lebih sama.
Selain fungsinya mencegah abrasi, mangrove juga bisa diolah lho, menjadi beraneka ragam produk.
Misalnya, dijadikan sirup, dodol, tepung, sampai pewarna batik. Pewarna mangrove biasanya dibuat
dari batangnya, hitam dan coklat. Warna batik yang menggunakan pewarna dari mangrove itu dapat
tidak luntur saat dicuci. Salah satu peserta bertanya, bagian mangrove apa saja yang bisa dipakai dan
diolah untuk membuat semua itu? Jawabannya, segala macam bagian mangrove bisa dimanfaatkan.
   Mangrove memang tanaman yang sangat berguna, bukan?
Tak hanya mengenai manfaat-manfaat mangrove, saat itu beragam cerita juga disampaikan oleh Pak
Djoko. Salah satunya mengenai hutan mangrove itu. Dulu, jumlah mangrove disitu lebih banyak, dan
garis batas hutan mangrovenya juga lebih jauh ke laut dibandingkan sekarang. Pak Djoko lalu
menunjukkan dua batang mangrove yang menjadi saksi bisu jaman-jaman itu. Posisi keduanya masih
berada lebih jauh lagi ke laut daripada letak gazebo, jadi memang cukup lumayan jaraknya. Namun,
hutan itu ditebangi. Penyebabnya, kayu mangrove itu bagus untuk jadi kayu bakar dan dibuat arang,
karena api yang dihasilkannya. Bahkan di saat itu sampai ada penadah-penadah kayu mangrove. Lalu
dibuatlah Ekowisata Mangrove yang sekarang ini, dan pelan-pelan hutannya kembali direboisasi.
  Penanaman mangrove yang dilakukan rombongan Pena membantu usaha reboisasi juga.
Untuk semua orang yang hadir, Pak Djoko punya satu pesan penting yang ingin disampaikannya.
Sesuatu yang bisa dilakukan di rumah, di sekolah, dimanapun juga. Pesan itu adalah, “jangan buang
sampah sembarangan”. Sebab, sampah-sampah yang dibuang sembarangan, misalnya yang dibuang
di got atau di kali, akan mengalir ke muara. Itu berarti sampah-sampah itu akan mengalir ke situ.
Salah satu peserta nyeletuk tentang rumah-rumahan yang dia lihat hanyut di kali tadi. “Ya, seperti
itu,” Pak Djoko membenarkan. Kalau banyak yang buang sampah sembarangan, sampahnya akan
terus menumpuk. Oleh karena itu, Pak Djoko ingin mengajak semuanya untuk tidak membuang
sampah sembarangan. Peserta yang hadir pun mengangguk-angguk setuju.
   Tanpa terasa, sebentar lagi sudah waktu air surut. Dari cerita Pak Djoko, ada banyak sekali burung-
burung yang lewat di Ekowisata Mangrove saat air surut. Jenis burungnya sangat bervariasi, karena
ada lebih dari 100 spesies burung di daerah Ekowisata Mangrove. Dari penuturannya, nampaknya itu
adalah suatu pemandangan yang spektakuler. Tentunya semuanya tertarik untuk melihatnya,
apalagi setelah melihat beberapa burung saat perjalanan tadi. Sayangnya, itu tidak bisa ditonton
karena rombongan bisa-bisa tidak dapat kembali jika air telah surut.
   Oleh karena air surut itu, maka waktunya pulang pun telah tiba. Kegiatan ditutup dengan doa
bersama. Sesudah berdoa, kotak-kotak nasi yang masih ada dibereskan lagi dan barang-barang juga
dicek agar tidak ada yang ketinggalan. Setelah itu tidak lupa semuanya bersalaman dulu dengan Pak
Djoko sebelum pulang, lalu bersama-sama berjalan ke dermaga untuk naik perahu.
   Begitu semuanya sudah mengenakan pelampung, mesin perahu dihidupkan dan perahu kembali
dijalankan. Karena mendekati air surut, ada lebih banyak burung yang berseliweran saat perjalanan.
Malah salah satunya hinggap di sebuah dahan di pinggir kali, cukup dekat untuk diobservasi dari
perahu. Karena banyaknya spesies burung tadi, jenis-jenis burung yang saat itu terlihat pun sangat
beragam, mulai dari segi warna maupun ukuran. Di perjalanan pulang pula absensi diedarkan sekali
lagi, kali ini mengisi kolom absensi pulang.
   Tak begitu lama kemudian perahu telah sampai ke Dermaga 1. Setelah perahu ditambatkan,
semuanya melepaskan pelampung masing-masing, kemudian turun dari perahu. Kegiatan outing kali
ini pun dinyatakan selesai sekitar pukul 12.30.
    Pak Adi telah mendeklarasikan niatnya membawa Homeschooling Pena ke Ekowisata Mangrove
setiap tahunnya. Jadi kepada Pak Djoko dan mangrove-mangrove, sampai jumpa lagi tahun depan!
#HomeschoolingPena#sahabatkeluarga

No comments:

Post a Comment