Tuesday, 24 May 2016

Inilah 7 Karakter Orangtua Calon Pemilik Anak Sukses, Anda Masuk Kategori nomor berapa?

Inilah 7 Karakter Orangtua Calon Pemilik Anak Sukses, Anda Masuk Kategori nomor berapa?

Orangtua mana yang tak mengharapan anaknya sukses? Semua orang tentu saja  mengidamkan anaknya sukses dimasa kini dan masa depan.
Sesungguhnya tidak  ada resep parenting khusus dalam membesarkan seorang anak agar menjadi orang yang sukses hingga mampu menjadi seorang yang sukses. Namun para psikolog menemukan adanya beberapa faktor yang bisa memperkirakan kesuksesan seorang anak. Yang mengejutkan, faktor itu ternyata ada pada orang tuanya.


1. Mengajarkan anak keahlian sosial

Peneliti dari Pennsylvania State University and Duke University menelusuri lebih dari 700 anak usia TK sampai 25 tahun dan menemukan hubungan erat antara kemampuan sosial semasa TK menentukan sukses di usia dewasa dua dekade mendatang.

2. Membiasakan anak mengerjakan pekerjaan rumah

Mantan Dekan Freshmen dari Universitas Stanford AS, Julie Lythcott Haims menganggap anak yang dibiasakan mengerjakan tugas rumah akan menjelma menjadi pegawai yang bisa bekerjasama dengan rekannya. Mereka juga bisa memiliki rasa empati tinggi dan mampu mengerjakan tugas secara mandiri.

3. Memiliki ekspektasi tinggi

Menggunakan data survei 6.600 anak yang lahir di tahun 2001, Profesor Neal Halfon dari UCLA menemukan ekspektasi orang tua terhadap anaknya bisa berdampak pencapaian yang besar.
“Orangtua yang berharap anaknya mencapai kuliah terlihat berusaha mengatur agar anaknya bisa mencapai tujuan itu dengan pendapatan mereka atau kekayaan yang dimiliki,” kata Halfon.

4. Memiliki hubungan harmonis

Studi dari Universitas Illinois AS menemukan anak yang berasal dari keluarga penuh konflik, apakah kekerasan atau perceraian, berpotensi menghadapi masa depan lebih suram dibandingkan mereka yang memiliki orang tua harmonis.

5. Mempunyai tingkat pendidikan tinggi

Dalam Survei tahun 2014 dari University of Michigan, Psikolog Sandra Tang menemukan jika ibu yang menamatkan kuliah sampai kuliah cenderung jejaknya diikuti oleh anaknya. Sementara anak yang lahir dari ibu menikah sangat muda, cenderung tak menamatkan sekolah SMA.

6. Minim stres

Menurut penelitian yang dikutip dari Brigid Schulte dari Washington Post, jumlah jam yang disediakan ibu dengan anak berusia antara 3-11 tahun bisa memprediksi perilaku, kebahagiaan, dan pencapaian seorang anak. Penelitian lain menyebut, ibu yang stres karena harus bertaruh antara pekerjaan dan mencari waktu bersama anak akan berdampak buruk bagi anaknya.

7. Menghargai usaha daripada menilai kegagalan

Jika seorang anak diberitahu mereka lolos tes karena kepintarannya, itu akan menciptakan pikiran yang stagnan. Namun jika mereka sukses karena usahanya, alam pikiran mereka akan berkembang dengan pesat.

Program Homeschooling (SD/SMP/SMA) 
Jl. Ketintang Baru III No. 03 Surabaya 
Telp: 031-8299413 
Mobile: 081234441997, 081231610010
PIN BB: 5B6A3911 

7 Konsep Praktis untuk Menjadi Orangtua yang Sukses Mendidik Anak Ini Bisa Anda Terapkan

7 Konsep Praktis untuk Menjadi Orangtua yang Sukses Mendidik Anak Ini Bisa Anda Terapkan

Indikator kesuksesan orangtua tentu saja sukses mendidik anak.  Orangtua yang mampu mendidik anak-anaknya dengan baik, akan menghasilkan individu yang baik ketika dewasa.
Sebagai orang tua, Anda memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa depan anak Anda. Oleh karena itu, Anda perlu mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam mendidik anak.
berikut ini 7 Konsep Praktis untuk Menjadi Orangtua yang Sukses Mendidik Anak

1. Jaga perilaku Anda

Anak-anak cenderung megikuti perilaku orang tuanya. Jika Anda berbohong, menipu, mengumpat, mencuri, atau bahkan membuat pilihan gaya hidup yang tidak sehat, anak cenderung berpikir bahwa tidak apa-apa jika melakukan hal yang sama dengan orang tuanya.

2. Jadilah konsisten, jangan sekali-kali menjadi orang tua yang plin-plan

Anak selalu ingin tahu hal-hal baru yang masih asing baginya dan akan menanyakan banyak hal kepada Anda. Sebagai orang tua, Anda harus konsisten terhadap jawaban Anda. Jangan sekali-kali menjadi orang tua yang plin-plan ketika menjawab pertanyaan anak yang dilontarkan berulang kali.

3. Jangan memaksa anak menjadi seperti diri Anda

Seringkali orang tua menganggap bahwa anak-anaknya merupakan versi kecil dari dirinya. Orang tua cenderung memperlakukan anaknya sesuai dengan apa yang diinginkannya ketika masih kanak-kanak.
Padahal anak Anda tentu berbeda dengan Anda ketika muda karena perbedaan generasi dan lingkungan juga yang mempengaruhi sifat anak. Harapan orang tua tersebut biasanya hanya mengarah pada kekecewaan karena tidak sesuai dengan bayangan Anda.

4. Tetapkan batas berupa peraturan maupun proteksi fisik terhadap anak

Batasan disini dapat berupa peraturan maupun proteksi fisik terhadap anak. Menurut Jim Cunningham, seorang penulis, penelitian pengaruh pagar pembatas taman bermain di sekolah terhadap anak.
Ketika pagar dihilangkan, anak-anak cenderung cemas dan meras tidak aman dalam bermain. Ketika keesokan harinya pagar tersebut kembali di pasang, anak merasa aman kembali dan bermain dengan bebas di taman.
Sama seperti proteksi fisik tersebut, dalam hati anak juga merasa tidak ingin hidup di dunia tanpa batas. Anak-anak ingin orang tuanya menetapkan batasan untuk melindungi, memelihara dan membimbing dirinya hingga menjadi dewasa.

5. Mendorong perilaku positif pada anak

Orang tua hendaknya mencari tau hal-hal baik dan yang tidak pada anak. Kemudian Anda perlu mendorong perilaku positifnya dengan cara memberikan pujian dan sebagainya.

6. Memberikan sedikit hukuman terhadap kesalahan anak

Jika anak melakukan kesalahan sekali atau dua kali, Anda hanya perlu menasehatinya saja dan memberitahu hal yang benar. Tetapi jika kesalahan anak tersebut terus diulangi, Anda dapat memberikan sedikit hukuman yang sifatnya positif seperti mengurangi jam bermainnya di luar.
Hal ini akan membuat anak Anda berpikir ulang untuk melakukan kesalahan yang sama.

7. Jangan timbulkan kesenjangan antara kedua orang tua

Jika ibu mengatakan tidak dan ayah mengatakan iya, anak akan cenderung mendekat ke ayah karena mendapatkan apa yang diinginkannya. Orang tua harus sepaham dalam mengajar dan mendidik anak.
Tujuannya adalah agar tercipta kestabilan dalam keluarga. Ini mungkin sulit jika anak dihadapkan dalam situasi perceraian, tetapi demi anak-anak kedua orang tua harus mengesampingkan perbedaan dan sepaham.

 

Sunday, 22 May 2016

Mendikbud luncurkan program guru pembelajar

Mendikbud luncurkan program guru pembelajar

Mendikbud luncurkan program guru pembelajar
Mendikbud Anies Baswedan( ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan meluncurkan program peningkatan kompetensi guru yakni guru pembelajar.

"Kami mengenalkan program guru pembelajar. Kami ingin dari namanya, menjelaskan program tersebut yakni tidak hanya murid yang belajar tetapi juga siswa," katanya saat peluncuran program tersebut di Jakarta, Sabtu.

Sifat pembelajar, lanjut Anies, merupakan sifat yang harus ada pada semua baik guru maupun murid.

Dalam pelaksanaan program tersebut menggunakan tiga moda yaitu moda tatap muka, moda dalam jajaring penuh, dan moda kombinasi keduanya.

Sementara materi pembelajaran moda tatap muka menggunakan modul cetak, sedangkan moda dalam jaringan menggunakan modul, lembar kerja, dan lembar informasi yang disusun dan disajikan secara digital.

"Kami semua ingin guru tidak hanya menjadi guru yang tidak mendapat belajar dari ketiga moda tersebut, tetapi juga secara mandiri."

Mantan Rektor Universitas Paramadina itu menjelaskan untuk tahap awal program tersebut diikuti 1.263 peserta. Mereka nantinya akan menjadi narasumber program guru pembelajar.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, menambahkan yang dipilih menjadi narasumber merupakan guru yang memiliki nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) diatas 80, Widyaiswara dari LPMP dan PPPTK, dan dosen.

"Peran narasumber itu sebagai hulu penyampaian materi untuk peningkatan kompetensi guru," kata lelaki yang akrab disapa dengan Pranata itu.

Program tersebut merupakan upaya peningkatan kompetensi guru yang melibatkan pemerintah sebagai partisipasi publik yang meliputi pemerintah daerah, asosiasi profesi, perguruan tinggi, dunia usaha, dan industri.

 

Thursday, 19 May 2016

Mendikbud minta masyarakat tingkatkan kepedulian terhadap anak

Mendikbud minta masyarakat tingkatkan kepedulian terhadap anak http://buff.ly/1TKaEUc

Motivasi Dalam Belajar

Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, seperti yang sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu, bahwa kelangsungan dan keberhasilan proses belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel Goleman (2004: 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar; seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan maksimal.

Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya adalah orang ingin makan bukan karena lapar tetapi karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow, 1954).

Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Setelah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat berikutnya adalah rasa aman. Sebagai contoh adalah seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasa dipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang telah terpenuhi kebutuhan harga dirinya, maka dia akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasa mampu/bisa, merasa berguna dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atau tertinggi yaitu jika seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk mengaktualisasikan sendiri meliputi kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.

Guru sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya. Seperti kebutuhan untuk berprestasi, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang berbeda satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak juga siswa yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.

Siswa yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang dirinya sebagai manusia dan tentang kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini merupakan cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya dan kemungkinannya tidak dapat dilihat oleh guru namun sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Gambaran itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

Berdasarkan pandangan di atas dapat diambil pengertian bahwa siswa datang ke sekolah dengan gambaran tentang dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun demikian adanya, guru tetap dapat mempengaruhi mapun membentuk gambarang siswa tentang dirinya itu, dengan tujuan agar tercapai gambarang tentang masing-masing siswa yang lebih positif. Apabila seorang guru suka mengkritik, mencela, atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilai diri mereka sebagai seorang yang tidak mampu berprestasi dalam belajar. Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak TK atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya minat belajar menjadi turun. Sebaliknya jika guru memberikan penhargaan, bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang mampu berprestasi. Penghargaan untuk berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa untuk belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat, sedangkan dorongan untuk mencapai kesuksesan termasuk kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk berprestasi.

Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: 1) motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, 2) motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal), 3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas jelas kiranya bahwa motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya. Jadi motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi motivasi adalah:

1. Mendorong manusia untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai pengerak atau motor yang memberikan energi/kekuatan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
2. Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang harus ditempuh.
3. Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. (Ngalim Purwanto, 2002: 71)

Jenis-jenis motivasi1. Motivasi intrinsik, yang timbul dari dalam diri individu, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain.
2. Motivasi ekstrinsik, yang timbul akibat adanya pengaruh dari luar individu. Sperti hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu. (Tabrani, 1992: 120)

Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi siswa agar mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki motivasi rendah dalam berprestasi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.

3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.

5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.

8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Ini bisa dilakukan seperti pada nomor 6.

9. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.

10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu media visual maupun audio visual.

Wednesday, 18 May 2016

Di Mana PKBM Penyelenggara Ujian di Kota saya?

Di Mana PKBM Penyelenggara Ujian di Kota saya?

Ujian Kesetaraan atau biasa disebut ujian Paket diselenggarakan di PKBM. Ujian Paket biasanya digunakan oleh anak-anak putus sekolah dan juga anak-anak homeschooling.
Ada 3 jenis Ujian Paket yaitu Ujian Paket A setara SD, Ujian Paket B setara SMP, dan ujian Paket C setara SMA.
Lalu apa itu PKBM?
PKBM kepanjangannya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. PKBM adalah sebuah lembaga nonformal (seperti sekolah) tempat diselenggarakannya Ujian Kesetaraan atau Ujian Paket. Lembaga itu biasanya ada di setiap kota. Ada PKBM negeri (milik pemerintah), ada juga PKBM swasta. Jadi seperti sekolah, ada sekolah negeri dan sekolah swasta.
Di mana PKBM tempat ujian Paket yang ada di dekat rumah saya? Apakah PKBM yang saya ikut sah atau abal-abal?
Nilem
Nilem2Untuk mengeceknya, PKBM yang resmi memiliki nomor NILEM (Nomor Induk Lembaga). Anda bisa mengeceknya dengan mengunjungi situs Kemdikbud ini: http://bindikmas.kemdikbud.go.id/nilem/?menu=data
Masukkan data provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan Anda. Kemudian klik tombol “Cari”. Maka akan keluar data PKBM yang ada di daerah itu.

Tuesday, 17 May 2016

Mendikbud: jangan lewatkan hari tanpa membaca

Mendikbud: jangan lewatkan hari tanpa membaca

Mendikbud: jangan lewatkan hari tanpa membaca
Mendikbud Anies Baswedan (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
"...harus membuat target mingguan, berapa banyak buku yang dibaca..."
Koba (ANTARANews) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengingatkan para siswa agar jangan melewatkan hari begitu saja, tanpa membaca dan menulis.

"Adik-adik sekalian harus membuat target mingguan, berapa banyak buku yang dibaca, dan berapa yang sudah kalian tuangkan dalam bentuk tulisan," ujarnya saat berkunjung ke SMP 1 Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Selasa.

Ia mengatakan, untuk menjadi generasi muda yang cermerlang itu harus banyak membaca dan menulis, serta membiasakan kegiatan keduanya dalam keseharian.

"Kalian hanya biasa menulis lewat SMS atau WA saja, tetapi biasakan mengarang dan menulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan," ujarnya.

Ia mengatakan, lomba literasi yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Bangka Tengah sangat bagus untuk menumbuhkan minat baca generasi muda.

"Untuk bisa menulis dan membaca itu harus dibiasakan, tidak hanya gemar saja tetapi harus membiasakan diri karena dengan terbiasa maka jadi bisa," ujar Anis.

Ia juga berpesan kepada siswa lebih sering mengunjungi perpustakaan mencari buku untuk literatur.

"Saya juga berpesan kepada adik-adik mengikuti kegiatan organisasi sekolah seperti OSIS dan kegiatan di luar sekolah juga," ujarnya.

Ia mengatakan, siswa itu tidak hanya belajar di dalam kelas saja tetapi juga di luar kelas belajar bermasyarakat dan bersosialisasi.

"Jangan nilai siswa hanya tinggi di sekolah saja, tetapi nilainya juga tinggi di luar kelas, sehingga anak Bangka Tengah menjadi generasi muda yang cemerlang," ujarnya.

 

PENGANTAR EVALUASI PROGRAM

PENGANTAR EVALUASI PROGRAM

 

PENGANTAR EVALUASI PROGRAM
APA ITU EVALUASI?
Lain orang lain pula pemaknaan mereka ketika menggunakan kata" evaluasi". Mereka mungkin juga "melakukan" evaluasi dengan jalan yang berbeda, menggunakannya untuk tujuan yang berbeda, atau penggunaan standard berbeda untuk memutuskan apakah  suatu evaluasi baik yang baik harus kelihatan baik. Jika kamu ingin menunjukkan dengan tepat makna apa yang dimaksudkan oleh seseorang , kamu harus menemukan sejumlah hal. Ini  adalah sepuluh pertanyaan yang akan membantu kamu meringkas apa yang dimaksudkan seseorang ketika memperbicangkan tentang evaluasi. Kamu dapat menggunakan sepuluh mempertanyakan ini untuk menemukan apa yang orang lain maksudkan ketika mereka memperbicangkan tentang atau meminta untuk kamu melakukan evaluasi. Paling utama, sepuluh pertanyaan ini akan membantu kamu memperjelas apa yang kamu maksudkan ketika kamu menggunakan kata" evaluasi" atau bagaimana kamu akan menggambarkan nya dilain waktu jika kamu melihatnya.
  • Bagaimana evaluasi didevinisikan? Apakah yang merupakan corak yang unik dari suatu evaluasi? Bagaimana anda mengetahui ketika kamu lihat satu? Bagaimana cara membedaknnya dengan berbagai hal seperti " pengukuran" atau " penelitian?" Apakah evaluasi yang mengajukan test dan daftar pertanyaan? Menyediakan informasi untuk pembuat keputusan? Menentukan apakah tujuan telah dicapai? Penilaian sesuai? Atau sesuatu yang lainnya? 
Untuk pertanyaan ini, Anda bisa melihat definisi evaluasi yang dapat diperoleh dari buku-buku yang ditulis oleh ahlinya, diantaranya, definisi yang ditulis oleh Ralph Tyler, yaitu evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Tyler,1950:69). Menyediakan informasi untuk pembuat keputusan, dikemukakan oleh Cronbach (1963), Stufflebeam (1971), juga Alkin (1969). Maclcolm, Provus, pencetus Discrepancy Evaluation (1971), mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Akhir-akhir ini telah dicapai sejumlah konsensus antar evaluator tentang arti evaluasi, antara lain yaitu penilaian atas manfaat atau guna (Scriven, 1967; Glass 1969; Stufflebeam, 1974). Joint Committee (1981) mendefinisikan evaluasi sebagai penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek. Kelompok Konsorsium evaluasi Standford menolak definisi evaluasi yang menghakimi (judgmental definition of evaluation). Karena menurut mereka bukanlah tugas evaluator menentukan apakah suatu program berguna atau tidak. Evaluator tidak dapat bertindak sebagai wasit terhadap orang lain (Cronbach, 1982).
  • Untuk apa evaluasi dilakukan? Kenapa evaluasi dilakukan? Apa tujuan evaluasi? Apa fungsi evalusi? Apakah itu dilaksanakan untuk melayani pengambilan keputusan? Untuk menyampaikan pertanggungjawaban? Untuk akreditasi atau sertifikasi? Untuk memotivasi orang-orang? Untuk merubah dan memperbaiki program? Atau untuk beberapa  alasan lain?
Scriven (1967) orang pertama yang membedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama. Kemudian Stufflebeam juga membedakan sesuai dengan Scriven yaitu Proactive evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan Retroactive evaluation untuk keperluan pertanggungjawaban. Evaluasi mempunyai dua fungsi yaitu formatif untuk keperluan perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk dan sebagainya). Fungsi sumatif digunakan sebagai pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan atau lanjutan.
  • Apakah yang merupakan object evaluasi? Apa yang  bisa atau harus dievaluasi? Apakah " berbagai hal" itu diharapkan untuk mengevaluasi para siswa, para guru, proyek, program, institusi atau sesuatu selain itu?
Hampir semua unit training dapat dijadikan objek suatu evaluasi. Siswa atau mahasiswa sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi pendidikan. Yang lain-lainnya seperti proyek atau program institusi pendidikan yang sekarang menjadi objek evaluasi yang semakin populer. Penting sekali untuk menentukan dan mengetahui apa yang akan dievaluasi. Hal ini akan menolong untuk menentukan apa informasi yang dikumpulkan dan bagaimana menganalisanya. Hal ini akan membantu pemfokusan evaluasi. Rumusan tujuan yang jelas juga akan menghindari salah tafsir dan kesalahpahaman.
  • Apa aspek dan dimensi dari suatu obyek perlu penyelidikan evaluasi? Pertanyaan  apa yang harus ditujukan tentang apapun juga yang dievaluasi? Apa jenis informasi yang harus dikumpulkan? Apakah aspek-aspek obyek sumber daya yang harus dievaluasi, dampak atau hasil, proses implementasi, staff dan klien, tujuan dan rencana, biaya dan manfaat, kebutuhan, karakteristik organisatoris, atau sesuatu selain itu?
Setelah memiliki objek yang akan dievaluasi, maka harus ditentukan aspek-aspek apa saja dari objek tersebut yang akan dievaluasi. Di waktu-waktu sebelumnya evaluasi berfokus kebanyakan atas hasil yang dicapai, jadi untuk mengevaluasi objek pendidikan misalnya lokakarya, berarti mengevaluasi hasil lokakarya yaitu hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini usaha evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variabel evaluasi dalam bermacam-macam model evaluasi (Stake, 1967; Stufflebeam, 1959, 1974; Alkin 1969; Provus, 1971). Model CIPP dari Stufflebeam mengemukakan evaluasi yang berfokus pada empat aspek yaitu:
1) Konteks
2) Input
3) Proses Implementasi
4) Produk
Karena pendekatan ini maka evaluasi lengkap terhadap evaluasi pendidikan akan menilai misalnya: a) manfaat tujuannya, b) mutu rencana, c) sampai sejauhmana tujuan dijalankan, dan d) mutu hasilnya. Jadi evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training, implementasi, transaksi, dan hasil training.
  • Kriteria apa harus digunakan untuk menilai suatu obyek? Bagaimana anda melakukan interpretasi terhadap penemuan itu? Bagaimana cara untuk mengumpulkan informasi? Bagaimana nantinya Anda memutuskan jika obyek adalah " baik" atau " tidak baik?" Apakah kriteria mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan, ketetapan kepada rencana, menjawab untuk mengidentifikasi kebutuhan, prestasi tentang tujuan sosial atau ideal, perbandingan dengan object alternatif, kesetiaan kepada hukum dan petunjuk, penyesuaian dengan harapan pendengar (audience), atau sesuatu selain itu?
Memilih kriteria yang akan dipakai untuk menilai objek evaluasi merupakan tugas yang paling sulit dalam evaluasi pendidikan. Apabila yang diacu hanya pencapaian tujuan, maka ini memang pekerjaan yang mudah, namun ini baru sebagian daripada isu kriteria evaluasi. Pencapaian tujuan-tujuan yang penting memang merupakan salah satu kriteria yang penting. Kriteria lainnya yaitu identifikasi kebutuhan dari klien yang potensial, nilai-nilai sosial, mutu, dan efisiensi dibandingkan dengan objek-objek alternatif lainnya. Tampaknya ada persetujuan diantara ahli evaluator bahwa kriteria yang dipakai untuk menilai suatu objek tertentu hendaknya ditentukan dalam konteks objek tertentu dan fungsi evaluasinya. Jadi hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kriteria penilaian suatu objek adalah:
1) Kebutuhan, ideal, dan nilai-nilai
2) Penggunaan yang optimal dari sumber-sumber dan kesempatan.
3) Ketepatan efektifitas training
4) Pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dan tujuan penting lainnya. Kriteria yang ganda (multiple) hendaknya sering dipakai
  • Siapa yang harus dilayani oleh suatu evaluasi? Siapakah klien? Siapakah pendengar (audience) untuk evaluasi? Siapa yang membutuhkan informasi untuk dilayani? Apakah itu dilaksanakan untuk diri sendiri, para siswa, staff, agen pendanaan, kalayak ramai, atau sesuatu selain itu? 
Supaya evaluasi betul-betul bermanfaat atau berguna, maka evaluasi itu harus berguna untuk klien atau audien khusus. Kebanyakan literatur evaluasi tidak menyarankan siapa audien yang tepat. Namun ada tiga hal yang diusulkan penulis sehubungan dengan tulisan ini, yaitu:
1) evaluasi dapat mempunyai lebih dari seorang audien
2) masing-masing audien mungkin punya kebutuhan yang berbeda.
3) audien khusus kebutuhannya harus dirumuskan dengan jelas pada waktu memulai rencana evaluasi.
  • Apa langkah-langkah dan prosedur dilakukan dalam melakukan suatu evaluasi? Bagaimana anda memulai suatu evaluasi dan bagaimana anda berproses? Langkah-langkah apakah yang utama dari suatu proyek evaluasi? Apakah itu urutan " terbaik" untuk melaksanakan suatu evaluasi?
Proses melakukan evaluasi mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang dianut, ada bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus memasukkan ketentuan dan tindakan sejalan dengan fungsi evaluasi yaitu:
1) Memfokuskan evaluasi
2) Mendesain evaluasi
3) Mengumpulkan evaluasi
4) Menganalisis informasi
5) Melaporkan informasi
6) Melaporkan hasil evaluasi
7) Mengelola evaluasi
8) Mengevaluasi evaluasi (meta evaluasi)
  • Metode penemuan apa yang  harus digunakan dalam evaluasi? Bagaimana anda mengumpulkan informasi? Disain penemuan seperti apa  harus digunakan dalam evaluasi? Metodologi Apakah " yang terbaik" untuk test evaluasi dan daftar pertanyaan, panel tenaga ahli, disain bersifat percobaan, survey dan correlational studi, etnografi dan studi kasus, " dewan juri" percobaan, pendekatan naturalistic, atau beberapa  pendekatan lain ?
Kiranya pendekatan electic (memilih berbagai metode dari beberapa pilihan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan) merupakan cara yang terbaik. Yang dipilih hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Provus (1971) dan Stufflebeam (1971) memperkenalkan beberapa variasi metode dalam evaluasi, di samping desain eksperimen dan kuasi eksperimen yang tradisional (Campbell dan Stanley, 1963), dengan metode naturalistik (Guba dan Lincoln, 1981; Patton,1980), Jury Trials (Wolf,1975) dengan analisis sistem, dan banyak lainnya merupakan metode yang sudah lazim dipakai dalam evaluasi program.
  • Apa yang sebaiknya dilakukan evaluasi? Penilai seperti apa yang Anda perlukan dipekerjakan? Ketrampilan seperti apa  perlu dimiliki oleh seorang evaluator? Apa yang menjadi   otoritas dan tanggung-jawab dari seorang penilai? Perlukah spesialis evaluasi atau suatu ahli bidang untuk dilibatkan dalam evaluasi, staff reguler, atau sesuatu selain itu?
Untuk menjadi kelompok profesional evaluator dituntut mempunyai ciri-ciri tertentu yang memerlukan latihan yang memadai. Untuk menjadi seorang evaluator yang kompetendan dapat diandalkan ia harus mempunyai kombinasi berbagai ciri, antara lain: mengetahui dan mengerti teknik pengukuran, dan metode penelitian, mengerti tentang kondisi sosial, dan hakikat objek evaluasi, mempunyai kemampuan human relation, jujur, serta bertanggung jawab. Karena sulit mencari orang yang mempunyai begitu banyak kemampuan, maka sering evaluasi dilakukan oleh suatu tim.
  • Dengan standar apa evaluasi dinilai? Bagaimana anda mengetahui bahwa evaluasi yang anda lakukan adalah evaluasi yang baik? Apakah karakteristik suatu evaluasi? Bagaimana anda mengevaluasi suatu evaluasi? Perlukah evaluasi menjadi bermanfaat dan praktis, menyediakan informasi dapat dipercaya dan akurat, realistis, hemat dan bijaksana, diselenggarakan menurut hukum dan secara etis, objektif dan ilmiah, atau haruskah hal lain? Seperti yang disebutkan pada awal bagian ini, kesepuluh pertanyaan ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi terdapat dua cara di mana yang sepuluh pertanyaan dapat lebih bermanfaat:
- Digunakan untuk mengatur persepsi Anda sendiri, apa yang Anda maksud dengan evaluasi.
- Digunakan untuk memahami orang lain apa yang dimaksud dengan evaluasi oleh orang lain.
Akhir-akhir ini telah dicoba pengembangan standar untuk kegiatan evaluasi pendidikan. Standar yang paling komprehensif dan rinci dikembangkan oleh Committee on Standard of Educational Evaluation (Joint committee, 1981)
Dengan ketuanya Daniel Stufflebeam, yaitu:
1) Utility (bermanfaat dan praktis)
2) Accuracy (secara teknik tepat)
3) Feasibility (realistik dan teliti)
4) Propriety (dilakukan dengan legal dan etik)
Tidak ada satu evaluasi pun dapat diharapkan mencapai standar tersebut, dan sampai sejauh mana kesepakatan evaluator akan kepentingan standar tersebut masih perlu ditentukan. Lee J. Cronbach (1980) mengatakan bahwa standar yang digunakan untuk melakukan evaluasi mungkin tak sepenting konsekuensinya. Ia mengatakan evaluasi yang baik adalah yang memberikan dampak yang positif bagi perkembangan program.

Berita Resmi: Ujian Nasional (UN) SD/MI dihapus

Berita Resmi: Ujian Nasional (UN) SD/MI dihapus

Ujian Nasional (UN tingkat SD sederajat dihapus. Sumbernya adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 32 tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2013. Nama lengkap PP-nya adalah “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.”
Naskah PP 32/20013 ini bisa diunduh di SINI 
Berita tentang hal ini juga sudah dimuat di berbagai media, antara lain:
Penghapusan UN tingkat SD dan sederajat itu bisa dibaca pada pasal 67 ayat 1a. Untuk lebih jelasnya, begini bunyi yang termaktub dalam PP 32/2013 pasal 67 ayat 1 & 1a.
(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti Peserta Didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur nonformal kesetaraan.
(1a) Ujian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat.
(c) www.desain-logo.us

(c) www.desain-logo.us
***
Peraturan itu agak mengejutkan. Sebelum ini tak ada wacana serius yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penghapusan Ujian Nasional tingkat SD. Bahkan, dari berita Detik kemarin (14/5), Mendikbud masih membantah tentang penghapusan Ujian Nasional SD dengan alasan belum dikonvensikan.
Tapi bantahan itu aneh. Bagaimana mungkin menteri membantah Peraturan Pemerintah yang sudah tertulis dan secara jenjang peraturan perundangan berada di atasnya. Jangan-jangan pak Menteri belum membaca PP yang baru? Lho, kalau pak Menteri tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, terus yang membuat draft PP itu siapa?
***
Anyway, terus apa konsekuensinya?
Kita belum tahu bagaimana implementasi dari PP ini karena untuk menjalankan PP ini dibutuhkan aturan yang lebik teknis berupa Peraturan Menteri dan peraturan lain yang berada di bawahnya.
Tapi kalau boleh membayangkan dan memperkirakan, kemungkinan yang akan terjadi adalah seperti ini:
1. Tak ada lagi UN/Unas tingkat SD
Ujian nasional yang berlaku standar, terpusat, dan berskala nasional untuk tingkat SD dan sederajad tak ada lagi mulai tahun 2014.
2. UN SD digantikan Ujian tingkat sekolah
Evaluasi belajar pada SD (K-6) tetap ada, tapi akan dilangsungkan oleh sekolah. Evaluasi kelulusan bukan berdasarkan hasil UN atau campuran UN + Ujian sekolah, tetapi murni berdasarkan ujian sekolah.
3. SD-SMP disatukan?
SD dan SMP adalah pendidikan dasar dan oleh karenanya peralihan dari SD ke SMP (kelas 6 ke kelas 7) sebenarnya hanya merupakan kenaikan kelas.
Problemnya, saat ini lembaga SD dan SMP dipisahkan. Sekolah negeri itu antara SD dan SMP terpisah. Di swasta, kalau sekolahnya punya SD-SMP, mungkin tinggal disatukan. Tapi ada sekolah yang hanya punya SD dan tak punya SMP. Ini terus bagaimana proses teknis pindah/naik kelas ke kelas 7 (SMP)?
Apakah SD akan disatukan dengan SMP?
Atau, kita kembali lagi ke model yang dulu: untuk masuk ke SMP melalui ujian masuk? Kelihatannya sih ini yang paling mungkin.
4. Bagaimana dengan homeschooler & non-formal?
Dengan penghapusan ujian SD, berarti tak ada lagi ijazah Paket A (tingkat SD). Kalau pun masih ada, berarti ijazah Paket A itu dikeluarkan oleh lembaga non-formal (PKBM, SKB, dll). Begitu kah? Kita sama-sama belum tahu.
Terus, berarti Ujian Nasional untuk anak-anak homeschooling nanti berada pada tingkat SMP, donk? Begitu kira-kira kalau membaca PP yang baru ini.
Menurutku ini menarik. Apalagi kalau wajib belajarnya menjadi 12 tahun sehingga anak baru diuji di jenjang SMA. Kalau seperti ini, modelnya jadi mirip sistem Cambridge yang digunakan di lebih 150 negara. Ujian tingkat SD dan SMP bersifat optional (tidak wajib). Ujian sebagai dasar untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi ada di SMA (K-10-K-12), yang dikenal dengan ujian IGCSE/O Level dan A Level (Advanced Level).
Apakah kita akan mengarah ke sana?
***
Mari kita tunggu saja bagaimana pemerintah akan mengatur hal ini. Yang penting, berita saat ini adalah: sekarang sudah tak ada UN SD lagi.
Jadi para murid, guru, dan kepala sekolah tak perlu khawatir dan tak perlu terjebak pada contekan massal sebagaimana yang terjadi pada beberapa kasus di sekolah

 

 

Apa yang perlu diperhatikan untuk pengembangan minat & bakat anak?

Apa yang perlu diperhatikan untuk pengembangan minat & bakat anak?

 

Minat adalah pintu besar untuk stimulasi perkembangan anak. Melalui hal-hal yang diminati, anak bisa melakukan sebuah hal dalam jangka waktu lama. Aneka proses belajar bisa dilakukan dengan menggunakan minat sebagai pintu masuknya. Kualitas belajar pun bisa menjadi luar biasa karena anak menikmati kegiatannya.
Contoh yang paling sering muncul adalah yang berkaitan minat anak pada dunia seni seperti menari, menyanyi, atau teknologi komputer. Anak-anak yang suka komputer tahan berlama-lama di depan komputer. Dengan stimulasi yang tepat, anak-anak ini bisa melejit kemampuannya di bidang komputer sejak usia muda.

Antara Minat & Bakat

Minat adalah perihal ketertarikan pada sebuah hal, bakat perihal keahlian dan kemampuan menghasilkan ouput. Bakat juga adalah kapasitas belajar yang luas dan cepat tentang sebuah hal.
Minat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (sehingga bisa berubah-ubah), bakat lebih bersifat internal, berupa karunia Tuhan yang lebih menetap. Idealnya kita menemukan bakat anak, tapi yang ini lebih susah diperoleh. Yang lebih mudah adalah mengenali minat anak dari hal-hal sehari-hari yang menjadi ketertarikannya, yang membuat matanya berbinar-binar, yang membuatnya tahan melakukannya dalam jangka waktu lama.
Berbicara tentang minat sebagai pintu masuk stimulasi pengembangan anak, ada beberapa pertanyaan yang sering diajukan orangtua:
  • apa peran utama orangtua dalam pengembangan minat & bakat?
  • apa yang bisa dilakukan dengan minat anak?
  • bagaimana kalau minat berubah?

children-passion1

Peran Orangtua dalam pengembangan minat & bakat

Peran utama orangtua dalam proses pengembangan minat dan bakat anak adalah memaparkan, memfasilitasi, dan mengapresiasi. Secara sederhana, peran utama orangtua adalah menyediakan lingkungan dan lahan yang subur untuk pertumbuhan minat & bakat anak.

Memaparkan pada keragaman dunia

Karena jangkauan anak masih pendek, maka tugas orangtua adalah memaparkan anak dengan aneka jenis pengalaman. Tujuannya adalah memperluas wawasan anak dan membuka pintu-pintu ketertarikannya agar tidak terbatas hanya pada hal-hal yang ada di rumahnya saja. Perjalanan (travelling) ke berbagai kota adalah salah satu jenis kegiatan yang bisa digunakan untuk menstimulasi dan memaparkan anak dengan aneka hal yang ada di dunia, tidak terbatas pada mata pelajaran seperti yang diajarkan di bangku sekolah.
Saat memaparkan, kita tidak pernah tahu apa yang menarik dan akan berkesan pada anak hingga dewasa. Jadi, tugas kita adalah memaparkan dan memaparkan. Ini seperti kisah Einstein masa keci yg disebut Howard Gartner crystallizing experiences, pengalaman yang menggerakkan.
Alkisah, saat usia 4 tahun Einstein mendapat hadiah kompas dari ayahnya. Ternyata kompas itu sangat berkesan bagi Einstein dan membawa pengaruh besar dalam ketertarikannya pada dunia sains.

Memfasilitasi Minat Anak

Jika anak sudah menunjukkan minat pada hal tertentu, peran orangtua adalah memfasilitasinya. Minat itu bisa dilihat dari tanda-tanda:
  • sering dibicarakan/dilakukan
  • anak menikmati prosesnya
  • anak bertumbuh kemampuannya
Saat memfasilitasi, tantangan terbesar orangtua adalah mencari titik temu antara minat anak dan kemampuan sumber daya orangtua. Dalam keterbatasan kondisi orangtua, di sinilah kebutuhan akan kreativitas untuk mencari jalan, alternatif, dan substitusi.

Mengapresiasi Kegiatan Anak

Sebuah hal yang ditekuni dan dikerjakan anak sepatutnya mendapat apresiasi. Jika hasilnya belum bagus dalam kacamata orangtua, setidaknya orangtua dapat memberikan apresiasi untuk inisiatif, kerja keras, ide, kreativitas, atau perhatian yang diberikan anak. Jangan orangtua malah langsung mengkritik, merendahkan, atau mematikan inisiatif anak.
Apresiasi adalah ibarat pupuk yang menyuburkan tanah. Dia bermanfaat, tapi juga perlu dijaga agar tidak berlebihan karena segala yang berlebihan pasti berdampak buruk.
Yang penting diperhatikan dalam proses apresiasi adalah tujuannya untuk memberikan kenyamanan pada anak atas inisiatif dan hal yang dilakukan. Anak didorong untuk mandiri dan berlatih mengambil keputusan sendiri. Kesalahan terjadi pada apresiasi jika apresiasi itu sampai menimbulkan ketergantungan anak pada persetujuan dan pujian orangtua.

Apa yang bisa dilakukan orangtua?

Selain memaparkan anak dengan aneka hal dan kegiatan pada anak, apa yang bisa dilakukan pada hal-hal yang sudah menjadi ketertarikan anak, misalnya: robot, tokoh kartun, game, dan sebagainya?
Setidaknya ada 4 hal yang bisa dilakukan orangtua:

Mengubah konsumsi ke produksi

Minat anak biasanya terkait dengan kegiatan mengkonsumsi (memasukkan dari luar ke dalam), misalnya menonton, bermain, membaca, dan sejenisnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat diubah menjadi kegiatan produksi (mengeluarkan dari diri anak), misalnya: bercerita, bernyanyi, presentasi, menulis, membuat sesuatu.

Membahaskan & memperdalam

Kegiatan yang dapat dilakukan orangtua untuk mengubah kegiatan konsumsi menjadi produksi adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak untuk mengeluarkan informasi yang ada dalam dirinya menjadi sebuah pengetahuan. Minta anak untuk menjawab pertanyaan Anda tentang hal yang digeluti, minta anak untuk menceritakan, menuliskan, atau melakukan presentasi hal-hal yang diketahuinya. Proses itu bisa sesederhana percakapan spontan 3 menit, bisa kompleks dalam bentuk presentasi yang harus dipersiapkan sebelumnya.

Memperkaya dengan kegiatan lain

Sebuah hal yang diminati anak juga bisa diperkaya dengan menghubungkannya dengan kegiatan belajar yang lain. Sebagai contoh, minat anak pada robot dijadikan sarana belajar matematika robot, membaca tentang robot (literasi), cara kerja robot (IPA), dan sebagainya. Anda juga mengekspos anak dengan ahli melalui pertemuan langsung, karya ahli, atau video/film yang membahas tema yang disukai anak.

Bagaimana kalau minat anak berubah?

Nah, ini pertanyaan yang sering diajukan orangtua. Apalagi kalau minat anak berkaitan dengan sumber daya (dana & waktu) yang harus dialokasikan secara khusus oleh orangtua. Apakah semua minat anak harus difasilitasi?
Hal pertama yang perlu diketahui, perubahan-perubahan minat anak adalah hal yag wajar dan alami. Sebagian besar anak mengalaminya. Seiring pertambahan usia anak, biasanya variasinya akan semakin mengerucut. Jika orangtua mengamati perkembangan anak, mereka biasanya akan melihat benang merah dari hal yang berubah-ubah itu.
Yang kedua, anak secara umum bersifat adaptif. Mereka pandai menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di sekitarnya. Tugas orangtua bukan memanjakan anak atau membatasi, tetapi mengkomunikasikannya kepada anak. Proses ini juga merupakan bagian dari pendidikan mengenai empati kepada anak.
Yang ketiga, perubahan minat anak dapat menjadi pintu untuk proses belajar tentang negosiasi. Orangtua dan anak belajar membuat kesepakatan-kesepakatan bersama. Kesepakatan itu bisa berupa kapan boleh berganti, apa syarat berganti, apa konsekuensi dari pergantian?
Proses ini akan menguatkan anak dan mengajarkan anak tentang konsekuensi dan ketangguhan.