Thursday 30 June 2016

Karena Anak Jenius Selalu Bertanya

Karena Anak Jenius Selalu Bertanya


Homeschooling Surabaya-Homeschooling Pena, 30 Juni 2016

Jenius itu adalah anugrah bawaan lahir setiap anak manusia.
Kebodohan itu adalah hasil bentukan sistem manusia dan pola asuh yang keliru.
 
Benarkah?
Konon dalam salah satu komentarnya saat ia ditanya wartawan tentang anak-anak yang jenius, Einstein pernah berkata bahwa anak yang jenius itu bukanlah anak yang mampu menjawab sebanyak-banyaknya soal yang sudah ada jawabanya di buku, melainkan anak-anak yang paling banyak bertanya, apa saja, kapan saja, dan dimana saja, yang isi pertanyaannya seringkali bahkan orang dewasa saja tidak mampu untuk menjawabnya.
Jadi jika anak kita selalu bertanya apa saja dan dimana saja tanpa henti, sampai kita kewalahan dan “mati kutu” karena tidak bisa atau tidak tahu jawabannya, itulah tanda bahwa sesungguhnya ia masih dalam kondisi jenius.
Dan perlu dicatat dan diingat jika anak kita seperti ini jangan dimarahi, karena itulah pertanda ia masih jenius, setidaknya menurut sang jenius dunia Albert Einstein.
Tetapi jika ia sudah menjadi anak yang pasif, tidak lagi tertarik untuk bertanya, lebih banyak diam, dan bengong di depan televisi atau bermain game, karena stress terlalu banyak diminta untuk menjawab soal-soal ujian yang sudah ada jawabannya di buku. Maka saat itulah anak kita mulai meninggalkan sisi jenius yang ada dalam dirinya, yang merupakan anugrah yang telah dibawanya sejak lahir.
Mari sekarang kita perhatikan anak kita masing-masing, apakah ia masih menjadi anak yang terus bertanya kapan saja, dimana saja, dan apa saja, atau malah sebaliknya? Apakah anak kita sudah tidak tertarik lagi untuk bertanya, dan lebih suka menghabiskan waktunya untuk bengong di depan televisi atau bermain game?
Sayangnya kebanyakan orang di Indonesia menganggap bahwa jenius adalah milik segelintir orang atau anugrah pada anak-anak tertentu. Padahal fakta penelitian dari Prof. Howard Garner menunjukkan bahwa setiap anak berpotensi untuk jadi jenius, tetapi orangtua dan lingkunganlah yang seringkali telah membunuh potensi jenius mereka.
Jika anak-anak, para orangtua, dan guru-guru di Indonesia masih memahami bahwa jenius adalah nilai bagus di semua mata pelajaran, maka ini bisa dipastikan bahwa sekolah-sekolah di Indonesia tidak akan pernah bisa melahirkan anak-anak jenius seperti Einstein, Mozart, Thomas Edison dan sebagainya.

Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment