Wednesday, 7 September 2016

Cara Mengatasi Konflik Pribadi Anak (Self-Conflict)

Cara Mengatasi Konflik Pribadi Anak (Self-Conflict)




Homeschooling Surabaya-Homeschooling Pena, 07 September 2016

Ada 2 macam konflik yang sering terjadi pada diri anak-anak. Yang pertama adalah konflik pada diri sendiri. Konflik ini ditandai dengan ekspresi anak yang bingung, diam, bengong, atau menangis. Sedangkan konflik yang kedua adalah konflik dengan teman. Konflik ini ditandai dengan berkelahi, berebut mainan, atau melakukan aktifitas yang cenderung negatif. Melalui artikel ini, Kami mengajak anda untuk memahami cara mengatasi konflik pribadi (self-conflict) yang sering terjadi pada diri anak..

1. Mencari Informasi

Untuk mencari informasi tentang suatu konflik yang terjadi pada diri seorang anak, akan lebih baik bila kita mencari informasi tentang apa penyebabnya. Dalam hal ini, disarankan untuk menyelidiki penyebabnya namun tidak langsung pada anak yang mengalami konflik. Kita bisa mencari informasi melalui guru yang lain (terutama guru yang dekat dengan sang anak), sahabat sang anak, orang tua / wali, atau orang-orang yang mengenal sang anak dengan begitu dekat.

2. Mengidentifikasi Secara Langsung

Untuk mengidentifikasi anak secara langsung, kita juga perlu memilih saat yang tepat. Biasanya saat yang tepat adalah saat di luar jam pelajaran sekolah, agar tidak mengganggu jam pelajaran di sekolah. Misalnya adalah pada saat anak-anak mengadakan circle-time atau briefing singkat sebelum dan sesudah pelajaran usai. Kita bisa meminta anak untuk berbicara dengan kita secara pribadi dan memberikan beberapa pertanyaan. Gunakan suara yang lembut dan tidak terkesan memaksa. Keberhasilan dalam proses ini biasanya sangat bergantung pada tingkat kedekatan guru dengan muridnya. Itulah pentingnya menjaga kedekatan antara guru dan murid dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah, yang mana bisa dipupuk dengan cara saling memberi salam, saling menyapa, atau meluangkan waktu untuk ngobrol bersama anak didik. Bila kita dekat dengan anak-anak didik, biasanya anak-anak didik akan menjawab dengan jujur dan terbuka hanya dengan memberikan satu atau dua pertanyaan.

3. Dengarkan Ungkapan dari Pengakuan Anak

Bila sang anak sudah mulai bisa terbuka, kita harus bisa menjadi pendengar yang baik. Usahakan ada kontak mata, agar sang anak lebih merasa diperhatikan. Bila anak memberikan pernyataan yang kurang berkenan, kita juga jangan terlalu mudah tersulut emosinya. Kondisi emosi kita pun harus stabil pada saat mendengarkan keluhan atau pernyataan anak. Bila anak terlihat kurang tenang, kita bisa menepuk pundaknya seraya mengatakan kata-kata yang menenangkan hingga kita tahu apa yang menjadi permasalahan anak dan apa yang ia inginkan. Bagaimana pun anak-anak akan lebih mampu melakukan sesuatu bila hatinya tenang.

4. Berusaha Memberikan Pilihan Bukan Hanya Satu Solusi

Bila kita sudah memahami permasalahan yang dia hadapi, alangkah lebih aiknya bila kita memberikan solusi. Akan lebih baik, bila solusi itu berupa dua buah pilihan. Dan saat ia memilih salah satunya, kita bisa menanyakan alasannya, sehingga ia pun menjadi tahu resiko yang harus dan siap dihadapi saat memilih sesuatu. Misalnya, bila konflik yang dihadapi anak adalah rasa malu karena lupa tidak membawa kotak pensil, maka kia bisa memberikan pilihan mau meminjam alat tulis teman atau meminjam punya Bapak Guru. Kita juga bisa memberikan nasihat atau kiat agar anak didik kita itu tidak lupa membawa alat tulis.

5. Memahami Pribadi Anak

Ada beberapa anak yang merasa sangat malu dan tidak ingin banyak orang tahu saat melakukan suatu kesalahan (misalnya, tidak membawa kotak pensil). Namun bagi beberapa anak, hal ini sangatlah memalukan, dan tidak ingin ada orang lain yang tahu selain guru. Namun ada pula anak yang merasa bersalah karena tidak membawa kotak pensil, namun tidak merasa keberatan bila teman-teman yang lain tahu. Oleh karenanya, kita juga perlu memahami kepribadian seoarang anak. Bila kita menemukan seorang anak yang cenderung tertutup, kita perlu berhati-hati. Bila ia sudah mulai terbuka dan membuat pernyataan atau persetujuan agar masalah yang dia hadapi adalah rahasia (tidak boleh diketahui oleh teman-teman lainnya, selain guru), maka kita harus menjaga rahasia itu. Karena kalau kita sampai melanggar perjanjian tersebut, maka bukan tidak mungkin bila sang anak menjadi lebih tertutup dan sulit terbuka pada kita.

6. Mengalihkan dengan Aktivitas

Memang ada anak-anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas tanpa suatu alasan yang pasti. Atau hanya suatu hal yang sederhana yang seharusnya bukan menjadi suatu masalah. Untuk menghadapi anak-anak seperti ini, mereka sebenarnya hanya perlu didengarkan. Kita cukup mendengarkan cerita mereka hingga ia merasa tenang, setelah itu kita bisa mengajaknya melakukan aktivitas yang lain dan menyenangkan, sehingga ia bisa melupakan permasalahan yang ia hadapi. Setelah mood-nya berubah, kita bisa memberikan dia nasihat dengan kata-kata yang tidak terlalu berat dan suasana yang lebih santai.
Anak-anak memang memiliki pribadi yang unik. Saat anak-anak menghadapi suatu masalah, kita tidak boleh melihat dari satu sisi saja atau hanya berfokus pada masalahnya saja. Namun hal terpenting adalah memahami pribadi anak. Pemahaman akan pribadi anak inilah biasanya yang tidak mudah. Membutuhkan usaha dari guru agar anak-anak dekat dengan gurunya, misalnya dengan meluangkan waktu ngobrol dengan anak-anak di saat istirahat, rajin bertegur sapa dengan anak-anak didiknya, dan rajin mengamati perkembangan pribadi serta emosi anak-anak didiknya.

No comments:

Post a Comment